Selasa, 25 Januari 2011


Penyakit Menular
Parotis Epidemika (Mumps)

(A)             Anak-anak , (B) percikan ludah atau muntah dan urin, (C) pembesaran dan nyeri kelenjar parotis.
Penjelasan :
Penderita penyakit ini umumnya menyerang anak dengan presentase sekitar 85 % pada umur < 15 tahun, terjadi sepanjang tahun. Adapun penyebaran atau epidermis berada di perkotaan. Variabel (B)  ini berkaitan dengan bagaimana cara penularannya yakni melalui percikan ludah, muntah atau urin. Dan variabel (C) ini menyebabkan timbulnya gejala berupa pembesaran dan nyeri kelenjar parotis yang merupakan indikasi penyakit dari Parotis Epidemika (Mumps).
Adapun hubungan asosiasi penyakit parotis epidemika (mumps) menurut Broad Hill yakni :
1)      strength/kekuatan,
Argumen Hill pada dasarnya bahwa hubungan/asosiasi yang kuat lebih bersifat kausa dibanding karena asosiasi yang lemah, jika asosiasi ini dapat dijelaskan melalui beberapa faktor lainnya, maka efek dari faktor itu harus lebih kuat dibanding asosiasi yang diamati dan sehingga akan menjadi terbukti. suatu asosiasi yang lemah tidak mengesampingkan adanya hubungan kausa/sebab-akibat. Contohnya yakni pada penyakit Parotis Epidemika (Mumps) yang umumnya dihubungkan dengan pancreatitis. suatu penjelasan yang membuat hubungan menjadi lemah adalah bahwa penyakit Parotis Epidemika (Mumps) adalah umum diderita oleh anak-anak saja, sehingga beberapa rasio pengukuran dari efek yang secara komparatif kecil dibandingkan dengan rasio pengukuran untuk penyakit yang kurang umum yang dapat menjadi komplikasi dari Parotis Epidemika (Mumps).


(2) konsistensi,
Konsistensi merujuk pada observasi yang berulang dari suatu asosiasi  pada populasi yang berbeda pada keadaan yang berbeda. Tidak adanya konsistensi, bagaimanapun,  tidak mengabaikan hubungan kausa/sebab akibat, karena beberapa efek dihasilkan oleh kausa-nya masing-masing hanya pada kenyataan yang biasanya. Dengan demikian,  dalam hal ini Parotis Epidemika (Mumps) dapat menyebabkan meningoensepalomielitis, orsitis, oporitis, pancreatitis, nepritis, tiroiditis, miokarditis, arthritis, trombositopenia dan parotis epidemika embriopati tetapi komplikasi itu tidak selalu terjadi.
(3) spesifitas
Kriteria yang memerlukan spesifitas yaitu suatu kausa yang menimbulkan satu efek, bukan banyak efek. Pendapat ini sering digunakan untuk menyangkal interpretasi kausa dari eksposur untuk menghubungkan banyaknya efek yang muncul. Dalam hal ini, dengan mencari alasan untuk membebaskan parotis epidemika (mumps) dari salah satu penyebabnya yakni karena terpapar virus dari ludah, muntah atau urin.. Penyakit ini menyebabkan banyak efek/ komplikasi bagi penderitanya yang mayoritas anak-anak. Adanya satu efek dari suatu eksposur tidak dapat memperkecil kemungkinan adanya efek yang lain. Sayang sekali, kriteria ini tidak valid sebagai aturan umum.
 (4) temporalitas
Temporalitas mengacu pada perlunya suatu kausa untuk mendahului munculnya suatu efek. Kriteria ini tidak dapat dibantah, sepanjang observasi kausa apapun yang diklaim harus melibatkan kausa (B) yakni percikan ludah atau muntah dan urin yang mendahului efek (C) pembesaran dan nyeri kelenjar parotis.. Bagaimanapun hal itu tidak terjadi, seiring berjalannya waktu agar suatu bukti menolak hipotesis bahwa (B) dapat menyebabkan (C). Melainkan, observasi dimana (B) diikuti (C) hanya menunjukkan bahwa (B) tidak dapat disebabkan oleh (C). Pada contoh ini,  tidak ada bukti untuk menolak hipotesis bahwa (B) dapat menyebabkan (C) pada contoh ini dimana (B) mendahului (C).
 (5) biological gradient
Biological gradient mengacu pada adanya kurva yang secara tidak langsung menghubungkan dosis–respon. Kita sering mengharapkan seperti adanya hubungan monoton. Dalam hal ini, hidup di perkotaan dimana kemungkinan untuk lebih terpapar dengan ludah, muntah atau urin lebih besar, sehingga lebih berpeluang mengidap penyakit Protis Epidemika (Mumps). Asosiasi yang memperlihatkan kecenderungan monoton pada frekuensi penyakit dengan meningkatnya level eksposur adalah bukan necessary causa; faktor perancu dapt menimbulkan hubungan monoton antara faktor risiko nonkausa dan penyakit jika faktor perancu itu sendiri memperlihatkan biological gradient dalam hubungannya dengan penyakit. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan monoton baik necessary causa maupun sufficient causa. Hubungan yang tidak monoton hanya menolak hipotesis kausa yang cukup spesifik untuk memprediksi kurva dosis-respon yang monoton
(6) plausibilitas (dapat diterima akal)
Plausibilitas (diterima akal) adalah hipotesis yang masuk akal secara biologis, suatu perhatian yang penting namun jauh dari objektifitas atau absolut. Suatu kausa yang adekuat, seharusnya membenarkan kejadian yang tidak disengaja dari pengalaman sederhana. Dalam hal ini Penyakit Parotis epidemika memang terjadi karena terpaparnya penderita dengan muntah, liur, atau urin.  Hal ini  merupakan penjelasan yang benar, karena memang benar muntah, liur, atau urin yang menyebabkan Parotis epidemika (Mumps).
 (7) koherensi/keselarasan
Diambil dari the surgeon general’s report on smoking and health, istilah koherens berarti bahwa interpretasi kausa-efek pada suatu asosiasi  yang tidak bertentangan dengan apa yang diketahui dari sejarah alami dan biologi suatu penyakit. Dalam hal ini memberikan koherensi, seperti efek membuang ludah, muntah dan urin sembarangan terhadap kedua kelenjar . Hill menekankan bahwa tidak adanya informasi yang bertalian, seperti perbedaan, tampaknya, dari adanya informasi yang bertentangan, tidak harus dijadikan sebagai bukti menolak suatu asosiasi yang dianggap kausa. Pada sisi yang lain, adanya informasi yang bertentangan mungkin memang benar menolak suatu hipotesis, tetapi  satu hal yang harus diingat bahwa informasi yang bertentangan mungkin keliru atau salah interpretasi
(8) bukti eksperimental
kita dapat mencoba melakukan uji hipotesis bahwa parotis epidemika disebabkan oleh paramikso virus yakni virus yang dapat diisolasi dari ludah, likuor, darah urin, otak dari jaringan yang terinfeksi lainnya dan bukan karena penyebab yang lain. Seperti yang diprediksikan melalui hipotesis, maka angka parotis epidemika akan turun pada daerah pedesaan yang potensi keterpaparannya relatif kecil. Seperti penekanan Popper, bagaimanapun, selalu banyak penjelasan alternatif untuk hasil dari setiap eksperimen. Mungkin mengacu pada bukti dari eksperimen laboratorium pada binatang, atau  bukti dari percobaan manusia, bagaimanapun, jarang tersedia bagi kebanyakan pertanyaan-pertanyaan penelitian epidemiologi, dan bukti binatang coba berhubungan dengan spesies yang berbeda dan biasanya  dengan level eksposur yang jauh berbeda dari manusia.
(9) analogi
Pengertian yang lebih luas sekalipun dapat diturunkan dari analogi yang berdasar pada daya imajinasi para ilmuwan yang dapat menemukan analogi dimana saja. Sebaiknya, analogi memberikan suatu sumber hipotesis-hipotesis yang lebih seksama tentang asosiasi-asosiasi dalam studi; tidak adanya analogi seperti itu hanya mencerminkan tidak adanya imajinasi atau pengalaman, bukan kepalsuan dari hipotesis. 





Penyakit Tidak Menular
Diabetes Insipidus

(A) Penderita, (B) kekurangan hormon ADH, (C) pengeluaran Urine terlalu banyak
Penjelasan
Diabetes insipidus adalah penyakit dimana penderita (A). variabel (B) ini berkaitan dengan adanya faktor kekurangan hormon ADH dalam tubuh. Sehingga menyebabkan keterkaitan variabel (C) yakni menyebabkan pengeluaran urine yang terlalu banyak dimana frekuensi dapat naik 20-30 kali lipat.
Adapun hubungan asosiasi menurut Broad Hill yakni sebagai berikut :
1)       strength/kekuatan,
Argumen Hill pada dasarnya bahwa hubungan/asosiasi yang kuat lebih bersifat kausa dibanding karena asosiasi yang lemah, jika asosiasi ini dapat dijelaskan melalui beberapa faktor lainnya, maka efek dari faktor itu harus lebih kuat dibanding asosiasi yang diamati dan sehingga akan menjadi terbukti. suatu asosiasi yang lemah tidak mengesampingkan adanya hubungan kausa/sebab-akibat. Contohnya yakni pada penyakit diabetes insipidus yang umumnya dihubungkan dengan pengeluaran urine yang terlalu banyak. suatu penjelasan yang membuat hubungan menjadi lemah adalah bahwa penyakit diabetes insipidus adalah umum diderita oleh individu-individu tertentu saja, sehingga beberapa rasio pengukuran dari efek yang secara komparatif kecil dibandingkan dengan rasio pengukuran untuk penyakit yang kurang umum.
(2) konsistensi,
Konsistensi merujuk pada observasi yang berulang dari suatu asosiasi  pada populasi yang berbeda pada keadaan yang berbeda. Tidak adanya konsistensi, bagaimanapun,  tidak mengabaikan hubungan kausa/sebab akibat, karena beberapa efek dihasilkan oleh kausa-nya masing-masing hanya pada kenyataan yang biasanya. Dengan demikian,  dalam hal ini diabetes insipidus dapat menyebabkan pengeluaran urin yang terlalu banyak yang disebabkan oleh kurang produksi ADH dalam tubuh. tetapi komplikasi itu tidak selalu terjadi.
(3) spesifitas
Kriteria yang memerlukan spesifitas yaitu suatu kausa yang menimbulkan satu efek, bukan banyak efek. Pendapat ini sering digunakan untuk menyangkal interpretasi kausa dari eksposur untuk menghubungkan banyaknya efek yang muncul. Dalam hal ini, dengan mencari alasan untuk membebaskan diabetes insipidus dari salah satu penyebabnya yakni karena kurangnya produksi ADH dalam tubuh. Penyakit ini menyebabkan efek terhadap tubuh yang merugikan. Adanya satu efek dari suatu eksposur tidak dapat memperkecil kemungkinan adanya efek yang lain. Sayang sekali, kriteria ini tidak valid sebagai aturan umum.
 (4) temporalitas
Temporalitas mengacu pada perlunya suatu kausa untuk mendahului munculnya suatu efek. Kriteria ini tidak dapat dibantah, sepanjang observasi kausa apapun yang diklaim harus melibatkan kausa (B) yakni kekurangan hormon ADH yang mendahului efek (C) pengeluaran Urine terlalu banyak.. Bagaimanapun hal itu tidak terjadi, seiring berjalannya waktu agar suatu bukti menolak hipotesis bahwa (B) dapat menyebabkan (C). Melainkan, observasi dimana (B) diikuti (C) hanya menunjukkan bahwa (B) tidak dapat disebabkan oleh (C). Pada contoh ini,  tidak ada bukti untuk menolak hipotesis bahwa (B) dapat menyebabkan (C) pada contoh ini dimana (B) mendahului (C).
 (5) biological gradient
Biological gradient mengacu pada adanya kurva yang secara tidak langsung menghubungkan dosis–respon. Kita sering mengharapkan seperti adanya hubungan monoton. Dalam hal ini, kemungkinan untuk lebih besar terpapar pada individu yang mengalami kelainan dalam produksi hormon ADH yang diproduksi pada Hipofisis posterior, sehingga lebih berpeluang mengidap diabetes insipidus. Asosiasi yang memperlihatkan kecenderungan monoton pada frekuensi penyakit dengan meningkatnya level eksposur adalah bukan necessary causa; faktor perancu dapat menimbulkan hubungan monoton antara faktor risiko nonkausa dan penyakit jika faktor perancu itu sendiri memperlihatkan biological gradient dalam hubungannya dengan penyakit. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan monoton baik necessary causa maupun sufficient causa. Hubungan yang tidak monoton hanya menolak hipotesis kausa yang cukup spesifik untuk memprediksi kurva dosis-respon yang monoton
(6) plausibilitas (dapat diterima akal)
Plausibilitas (diterima akal) adalah hipotesis yang masuk akal secara biologis, suatu perhatian yang penting namun jauh dari objektifitas atau absolut. Suatu kausa yang adekuat, seharusnya membenarkan kejadian yang tidak disengaja dari pengalaman sederhana. Dalam hal ini diabetes insipidus memang terjadi karena kurangnya produksi ADH dalam tubuh.  Hal ini  merupakan penjelasan yang benar, karena memang kurangnya Hormon ADH yang menyebabkan diabetes insipidus.
 (7) koherensi/keselarasan
Diambil dari the surgeon general’s report on smoking and health, istilah koherens berarti bahwa interpretasi kausa-efek pada suatu asosiasi  yang tidak bertentangan dengan apa yang diketahui dari sejarah alami dan biologi suatu penyakit. Dalam hal ini memberikan koherensi, bahwa diabetes insipidus diakibatkan kurangnya ADH dalam tubuh . Hill menekankan bahwa tidak adanya informasi yang bertalian, seperti perbedaan, tampaknya, dari adanya informasi yang bertentangan, tidak harus dijadikan sebagai bukti menolak suatu asosiasi yang dianggap kausa. Pada sisi yang lain, adanya informasi yang bertentangan mungkin memang benar menolak suatu hipotesis, tetapi  satu hal yang harus diingat bahwa informasi yang bertentangan mungkin keliru atau salah interpretasi.


(8) bukti eksperimental
kita dapat mencoba melakukan uji hipotesis bahwa diabetes insipidus disebabkan oleh kurangnya produksi ADH dalam tubuh. Seperti yang diprediksikan melalui hipotesis, maka angka penderita diabetes insipidus dipengaruhi faktor dari individu itu sendiri yang mengalami kelainan pada tubuhnya. Seperti penekanan Popper, bagaimanapun, selalu banyak penjelasan alternatif untuk hasil dari setiap eksperimen. Mungkin mengacu pada bukti dari eksperimen laboratorium pada binatang, atau  bukti dari percobaan manusia, bagaimanapun, jarang tersedia bagi kebanyakan pertanyaan-pertanyaan penelitian epidemiologi, dan bukti binatang coba berhubungan dengan spesies yang berbeda dan biasanya  dengan level eksposur yang jauh berbeda dari manusia.
(9) analogi
Pengertian yang lebih luas sekalipun dapat diturunkan dari analogi yang berdasar pada daya imajinasi para ilmuwan yang dapat menemukan analogi dimana saja. Sebaiknya, analogi memberikan suatu sumber hipotesis-hipotesis yang lebih seksama tentang asosiasi-asosiasi dalam studi; tidak adanya analogi seperti itu hanya mencerminkan tidak adanya imajinasi atau pengalaman, bukan kepalsuan dari hipotesis. 

Referensi
Kus Irianto dkk. 2004. Gizi Dan Pola Hidup Sehat.. Bandung : CV. Irama Widya.
Amiruddin,Ridwan.2007. Hubungan Sebab-Akibat dalam ilmu Epidemiologi. http://ridwanamiruddin.wordpress.com. Last Updated  12 November 2010




Tidak ada komentar:

Posting Komentar